Saturday, April 28, 2012

Undang-Undang Ormas: Instrumen Pengontrol Masyarakat

"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, ditetapkan dengan undang-uindang" merupakan hak warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi yaitu pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hak warga negara ini kemudian diinterpretasikan sebagai kebebasan berekspresi yang mana kemudian berimplikasi pada tumbuhnya kesadaran membentuk organisasi dalam masyarakat.
Sejak tumbangnya orde baru dan negara Indonesia mengalami transisi ke masa reformasi terjadi banyak peningkatan jumlah ormas yaitu sebanyak 6.000 buah organisasi yang jika dihitung keseluruhannya maka berjumlah total 9.000 buah organisasi dalam masyarakat di Indonesia. Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya suatu wadah yang dapat menyalurkan berbagai aspirasi masyarakat semakin mendorong terbentuknya organasasi masyarakat. Menjamurnya organisasi dalam masyarakat mengisyaratkan bahwa masyarakat sadar akan hakikatnya sbagai makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan berinteraksi dengan lingkungan.
Berbicara mengenai eksistensi organisasi maka ini merupakan hal yang menyenangkan karena merupakan wadah untuk beraktivitas, serta merupakan sarana penyaluran kehendak dan pemikiran baik dalam tataran internal organisasi maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks berbangsa dan bernegara inilah kemudian dapat dilihat bahwa menjamurnya ormas dalam masyarakat itu karena semakin dibukanya ruang kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berkumpul.Terbukanya ruang kebebasan sebgaimana yang dipaparkan lantas berdampak pada kemungkinan muncul-munculnya perbedaan-perbedaan pendapat yang berujung pada bentrokan kepentingan dan akhirnya menimbulkan konflik sosial.
Oleh sebab itu wacana undang-undang ormas sangat marak dibicarakan terkait dengan berbagai hal yang seharusnya perlu diatur lebh lanjut soal eksistensi ormas itu sendiri. DPR-RI sebagai badan pembentuk undang-undang kemudian memasukannya dalam program legislasi nasional tahun 2012 yang akan dibahas oleh badan kegislasi DPR-RI. Kewenangan atribusi yang diberikan oleh UUD NRI 1945 memungkinkan pemerintah (dalam hal ini DPR, red) dapat membentuk undang-undang yang secara fungsional adalah untuk mengontrol agar kebebasan masyarakat yang dikonfigurasi dalam bentuk organisasi masyarakat itu tidak bersifat sewenang-wenang dan berdampak pada terjadinya tindakan-tindakan anarkis sebagaimana yang sering disebabkan oleh ormas-ormas sekarang ini. Bahkan dapat terlihat dalam pembicaraan Deding Ishak, Ketua Pansus UU Ormas sebagaimana dilansir dalam Majalah Parlementary edisi April 2012 bahwa  faktor dipercepatnya pembentukan undang-undang ormas adalah maraknya ormas yang berkembang yang kemudian berafiliasi dengan organasasi politik (parpol, red) sehingga sulit dibedakan antara organisasi politik dan organisasi non-politik. Selain itu juga karena banyaknya tindakan anarkis yang berujung pada treciptanya konflik sosial dalam masyarakat dan mengganggu ketertiban dan keamanan dalam masyarakat.