Tuesday, May 08, 2012

Memahami Pengaduan Konstitusi (Constitusional Complaint) dalam konteks perlindungan hak warga negara

Hasil amandemen ketiga UUD 1945, telah melahirkan sebuah lembaga yang berfungsi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), yaitu Mahkamah Konstitusi (Mahkamah) yang mempunyai kedudukan setara dengan Mahkamah Agung, berdiri sendiri, serta terpisah (duality of jurisdiction) dengan Mahkamah Agung. Dalam menjalankan fungsinya mengawal konstitusi, berdasarkan Pasal 24C UUD Negara RI Tahun 1945 juncto Pasal 10 Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban dengan perincian sebagai berikut: menguji undang-undang terhadap UUD (judicial review), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD (disputes regarding state institution’s authority), memutus pembubaran partai politik (political party’s dissolution), dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (disputes regarding General Election’s result); dan wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (pemakzulan atau impeachment). 
  Menurut Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental rights). Agar konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat menjawab hak-hak tersebut maka harus ditambahkan satu kewenangan khusus bagi lembaga negara yang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar yaitu Mahkamah Konstitusi. Kewenenangan yang dimaksud adalah kewenangan memutus pengaduan konstitusional (constitutional complain). Constitutional Complaint atau pengaduan konstitusional adalah pengaduan warga negara ke Mahkamah Konstitusi karena mendapat perlakuan dari pemerintah yang bertentangan dengan konstitusi. Mengingat bahwa hukum merupakan alat kontrol sosial (social enginering) maka agar hukum dapat berjalan efektif diperlukan cara untuk dapat menampung constitutional complaint  lewat kewenangan Mahkamah Konstitusi.
 

No comments:

Post a Comment